stt1.gif

Artikel 2

Home
Tentang STT GKE
Visi Dan Misi STT-GKE
Penatalayanan
Akademika
Program dan Minat Studi
Aktivitas Kampus
Artikel dan Jurnal
Kalender Kegiatan
Bagaimana Mendaftar?
Bagaimana Menghubungi Kami
Dewan Pengajar

APAKAH GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS

HANYA CUKUP ADA DI PULAU KALIMANTAN?

Oleh : Pdt. Kinurung Maleh Maden.M.Th.MA

 

“Gereja Kalimantan Evangelis merupakan Persekutuan Jemaat-jemaat

yang ada di pulau Kalimantan sebagai kelanjutan dari Geredja Dayak Evangelis,

yang didirikan pada tanggal 04 April 1935, untuk waktu yang tidak ditentukan lamanya”

 (Tata Gereja GKE Bab I pasal 2 (1). BPH MS GKE, 2001: 2)

 

Text Box:   

Tulisan ini dilatarbelakangi oleh hangatnya diskusi pada berbagai Rapat kerja dan Sidang Majelis Sinode. Topik pembicaraan tentang jangkauan pelayanan GKE ini juga terjadi dipelbagai pertemuan dan sidang dilingkungan GKE. Bahkan dalam pembicaraan “warung kopi”, apakah GKE hanya cukup berada di pulau Kalimantan? baik diantara pelayan maupun warga jemaat menjadi topik yang menarik. Tujuan pembicaraan tentu saja mempertimbangkan baik atau buruknya, etis atau nir-etisnya, untung atau ruginya, misional atau non-misional bagi GKE untuk mendirikan “resort dan jemaat” di luar pulau Kalimantan. Ada dua kelompok yang selalu hadir; kelompok pro-perubahan dan kelompok anti-perubahan. Kedua kelompok ini harus dihargai. Latar belakang ini mendorong penulis untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan tentang “apakah GKE hanya cukup di pulau Kalimantan atau di seluruh “dunia”? Mesti diakui bahwa tulisan ini bukan pula sebuah tesis final, tulisan ini adalah kerangka berpijak untuk diskusi yang lebih historis, akademik, praktis, oikumenis dan experiental  Pertama-tama ada beberapa pertimbangan yang mestinya didiskusikan ketika membicarakan tema ini. Pertimbangan ini menyangkut sejarah, konteks sekarang, pertimbangan Alkitabiah, hubungan oikoumene, tujuan (misi) dan komitmen pelayanan GKE, serta kuantitas dan kualitas pelayanan.

Pemikiran pertama adalah segi histories. Apakah dasar dan motivasi pemimpin GKE ketika memutuskan bahwa GKE berada di pulau Kalimantan? Asumsi pertama bahwa pertimbangan rumusan tata gereja tersebut didasarkan pada hubungan oikoumene. Pertimbangan ini membuat kita berani mengatakan bahwa komitmen keesaan GKE harus diacungkan jempol. Situasi pada perumusan Tata Gereja GKE tahun 1950-an adalah (kemungkinan) gereja protestan yang ada hanya GKE dan keberadaan anggota jemaat GKE di luar Kalimantan bisa dihitung dengan jari. Jadi pertimbangan oikoumene juga didukung oleh situasi yang harmonis. Kita harus berani pula mencatat bahwa perkembangan dan semangat oikoumene pada masa itu sangat kental, misalnya dengan terbentuknya DGD pada tahun 1948 dan GKE sebagai salah satu gereja pelopor berdirinya DGI tahun 1950. Asumsi kedua adalah pertimbangan kurangnya kuantitas pelayan, luas dan terbukanya “lokasi” pelayanan GKE di Kalimantan pada masa itu. Asumsi ini bisa dimengerti karena hingga sekarang kuantitas pelayan masih diperlukan untuk melayani jemaat-jemaat GKE yang ada yang tersebar di empat provinsi Kalimantan. Asumsi ini memberikan pertimbangan bahwa GKE hanya ada di pulau Kalimantan bisa diterima.

Pemikiran kedua adalah tentang ciri khusus dari GKE. Banyak anggota jemaat dan pelayan GKE menilai bahwa hanya berada di pulau Kalimantan adalah karakteristis khusus GKE. Demikian pula, pengakuan dan eksistensi GKE bagi gereja-gereja lain dipandang dari komitmen GKE untuk mempertahankan salah satu karakter khususnya yaitu hanya mendirikan gereja dan melayani jemaat di pulau Kalimantan. Tidak banyak atau mungkin tidak ada gereja di dunia yang memiliki komitmen yang sedemikian kuat seperti GKE.

Pemikiran ketiga menyangkut pertimbangan teologis. Pertimbangan teologis ini bisa kita gali dari Tata Gereja Bab III dan Bab IV tentang Pangakuan dan Dasar Penggilan Pengutusan Gereja. Nast-nast Alkitab yang dikemukan pada bab III ini berkisar pada dogma-dogma utama yaitu pengakuan Allah sebagai Pencipta, Yesus Kristus adalah Tuhan, Juruselamat dan Kepala Gereja, serta Roh Kudus sebagai pembimbing gereja. Pada pasal 2, nast-nast yang dikemukakan menyangkut tentang persekutuan gereja yang Esa, Kudus dan Am. Pengakuan iman ini berdampak pada perumusan tata gereja, termasuk pernyataan bahwa GKE ada di pulau Kalimantan.  Bab IV berusaha untuk mengatakan bahwa GKE dipanggil oleh Yesus Kristus ke dalam dunia selaku utusan Kristus yang hidup melalui persekutuan, kesaksian dan pelayanan. Untuk mewujudkan panggilan dan pengutusan tersebut usaha dan kerja sama oikoumene menjadi bagian yang hakiki. Pertimbangan teologis di atas mengisyaratkan hubungan sebab akibat. Komitmen bahwa GKE hanya di pulau Kalimantan karena dipengaruhi oleh kerangka pengakuan teologi oikoumene, dan sebaliknya pengakuan dan pengutusan GKE mempengaruhi hubungan oikoumene.

Ketiga kerangka pemikiran di atas mempunyai dimensi dan tujuan yang luas bagi existensi dan pelayanan GKE. Nampaknya, dasar pemikiran hubungan oikoumene cukup dominant dalam merumuskan tata gereja bahwa GKE sebagai sebuah persekutuan jemaat-jemaat yang ada di Pulau Kalimantan. Dengan berpijak dari kesimpulan tersebut, kita bisa beranjak pada hakekat dimensi dan tujuan hubungan oikoumene. Sebagai pernyataan awal, kita harus berani mengatakan bahwa dimensi oikoumene bukan dinilai dari “batasan tempat” namun dari “kerja sama”. Juga, dimensi dipandang bukan pada luasnya jangkauan tapi penghargaan dan pengakuan.  Tujuan oikoumene tidak pula hanya sebatas pengakuan existensi gereja, tetapi pelayanan bersama untuk mewujudkan damai sejahtera bagi semua ciptaan. Gereja atau jemaat dimungkinkan untuk didirikan sejauh ada kerja sama, pengakuan dan upaya bersama mewujudkan salom dengan gereja atau jemaat lainnya. Sebaliknya, hindari mendirikan sebuah gereja, jika akan menimbulkan konflik dan kemiskinan bagi gereja-gereja dan masyarakat. Dengan demikian kita bisa memberikan pertimbangan dasar bahwa kualitas alasan oikoumene mestinya belum kuat bagi GKE agar membatasi jangkauan pelayanannya.

Perlu dipertimbangkan bahwa realitas oikoumene dari gereja-gereja lain juga tidak positif dalam membangun keesaaan gereja di Kalimantan. Tiga dasawarsa terakhir, pertumbuhan gereja-gereja baru sangat tinggi. Kemunculan gereja-gereja baru di Kalimantan, dirasa lebih banyak mengambil “domba” GKE, memicu konflik dan menyisihkan GKE daripada menunjukan pengakuan dan kerja sama dengan GKE. Kenyataan ini pada satu sisi mempertanyakan “idealisme oikoumene”, pada sisi yang lain juga mengingatkan GKE sebelum mendirikan jemaat di luar Kalimantan. Apakah GKE sungguh-sungguh akan hanya melayani warga GKE dan orang Kalimantan ketika melayani di luar pulau Kalimantan? Apakah kehadiran GKE akan membuat perkembangan oikoumene semakin positif di luar Kalimantan? Terkait dengan dinamika ini, kerinduan untuk melihat GKE diluar Pulau Kalimantan bisa jadi merenggangkan kecintaan orang-orang non-Kalimantan yang sedang bergereja di GKE. Salah satu alasan mendasar bagi warga non-Kalimantan bergereja di GKE adalah komitemen GKE hanya untuk Kalimantan.

Terlepas dari pertimbangan oikoumene, kita juga harus melihat realitas tentang apa hakekat gereja dan tujuan gereja didirikan. Gereja adalah orang-orang yang dipanggil Kristus untuk melayani dunia berdasarkan iman, pengharapan dan kasih dalam rangka mewujudkan kehidupan bermasyarkat dan berbangsa yang salom sesuai dengan nilai-nilai Alkitab seperti keadilan, kepedulian, kasih persaudaraan dan kebenaran. Seterusnya bercermin dari perwujudan panggilan dan nilai-nilai diatas, yaitu melalui berbagai program dan tata pelayanan GKE, jangkauan pelayanan tidak bisa membatasi GKE. Jangkauan pelayanan GKE seharusnya dikriteriakan ketika “disana” tidak ada iman, pengharapan dan kasih; ketika “disana” terjadi penindasan, individualisme, kebencian, konflik dan kepalsuan. Hakekat GKE terletak bukan pada tempat tetapi pada “konteks” kebutuhan pelayanan. Pertanyaan kontroversi yang juga menjadi pertimbangan kita adalah apakah Kalimantan sudah bebas dari penindasan, ketidakadilan, konflik, atheisme, kebencian dan kepalsuan. Jika masalah ini masih ada, bolehkan GKE mendirikan gereja di luar Kalimantan? Etiskah seseorang memberi makan orang lain, sedangkan keluarganya sendiri menderita kelaparan?

Pertimbangan praktis lainnya adalah mengembangkan potensi pelayanan dan meningkatkan kualitas dan pengalaman pelayan GKE. Realitas bahwa ada banyak anggota GKE dan orang Kalimantan yang berada di luar Kalimantan. Ada kerinduan dari anggota GKE untuk beribadah di gereja GKE dan dilayani oleh pendeta GKE meskipun mereka berada di luar pulau Kalimantan. Pelayanan yang diberikan oleh gereja sendiri pasti berbeda dengan pelayanan oleh gereja lain. Dampak iman, sosial dan psikologis juga akan berbeda. Pelayanan yang diberikan oleh GKE pasti lebih berdampak “khusus”. Tuntutan ini mesti direspon baik dalam rangka mengembangkan potensi pelayanan maupun memperkaya pengalaman pendeta GKE. Upaya GKE dengan hanya mendirikan sebuah “persekutuan” belum memadai, karena idealisme jemaat adalah sebuah Gereja Kalimantan Evangelis – dengan organisasi, pelayan dan gedung gereja. Hal yang wajar dan Alkitabiah bagi GKE untuk mendirikan gereja karena alasan ini. Langkah ini   memperkaya wawasan, pergaulan dan pola pelayanan pendeta GKE. Pengalaman ini bisa memperkaya teologi dan model pelayanan GKE secara keseluruhan.

Pertimbangan finansial dan geografis mesti menjadi pertimbangan khusus. Harus diakui  warga GKE yang berada diluar Kalimantan, seperti di Jakarta, Bandung, Surabaya adalah warga yang (cukup) berhasil. Mereka memiliki akses dana yang memadai untuk dipersembahkan bagi pelayanan GKE. Sebuah kerinduan bagi orang yang sukses untuk berbagi dengan gerejanya. Akses ini mesti dipertimbangkan oleh GKE. Salah satu cara yang  efektif untuk memanagement dana ini adalah dengan berdirinya GKE “disana”. Cara lain juga dimungkinkan, namun masih terbatas  seperti apa yang dilakukan oleh PW-GKE Jakarta - PW GKE dibatasi dengan  berbagi persembahan dan pelayanan dengan gereja lain. Kata geografis dalam konteks ini, warga GKE dan orang Kalimantan yang tinggal di luar Kalimantan cenderung berdomisili di kota-kota besar. Tempat  ini membuka peluang bagi GKE  mengembangkan diri seperti pengembangan pendeta melalui pendidikan, akses informasi terbaru dan membina relasi dengan tokoh-tokoh ternama dan berwibawa. Keputusan ini juga membuka kesempatan  lebih besar bagi pekerja GKE bersaing pada pelayanan dan leadership ditingkat nasional dan internasional seperti PGI, CCA, WCC, dll.