PENDAHULUAN
John Maxwell, mengelompokkan orang, berdasar visinya, ke dalam empat kelompok.
Pertama, Pengembara. Ia
tidak ada impian besar, tanpa arah, ikut
tarikan sesaat diri atau luar dirinya, sebab itu ia mengembara. Kedua, Pengikut. Ada
impian, tetapi tidak diperjuangkan dengan gigih.
Malah ia ikut impian dan pengaruh orang lain. Jadilah ia orang pengikut
orang lain. Ketiga, Peraih prestasi. Ada impian besar.
Ia berjuang sekuat tenaga, bekerja keras agar impian jadi kenyataan. Ia berhasil
dan terhormat. Jadilah ia peraih prestasi.
Keempat, Pemimpin. Ada
impian besar. Ia mempromosikan impian itu. Orang lain setuju, mendukung, bahkan ikut berjuang bersamanya. Ia jadi
pemimpin bagi pengikutnya.
Dari
pengelompokkan itu, di manakah tempat seorang
lulusan STT atau seorang pendeta berada, atau saudara-saudara yang hari
ini di wisuda? Lulusan STT
GKE adalah seorang pemimpin. Sebab ia telah dipersiapkan dan digembleng untuk menjadi seorang pemimpin, yang membawa pengaruh
dan perubahan.
Perubahan
yang terjadi adalah hasil proses pendidikan dan pembelajaran. Sebab itu, pemimpin jemaat, adalah guru jemaat,
sehingga ia juga adalah guru perubahan jemaat. Guru jemaat adalah orang yang mendidik
dan membelajarkan jemaat, sehingga jemaatnya berubah menjadi lebih baik dan lebih berkualitas
Judul orasi ini, “Guru Perubahan,” di dalami,
sebagai upaya merespon tema Sidang
Raya PGI 2004, “Berubahlah oleh Pembaharuan Budimu,”(Roma 12:2b). Tema tersebut, kemudian menjadi tema Sinode Umum GKE XXI, Juli 2005 di Balikpapan, yang
selanjutnya menjadi tema ibadah STT GKE Banjarmasin, Semester Genap 2008/2009.
Dengan ini, kita STT GKE menyatu dengan pergumulan gereja-gereja.
Uraian
ini meliputi :
I. Perubahan.
II. Pendidikan sebagai proses perubahan.
III. Yesus Kristus Guru perubahan sejati.
IV. Pendeta guru perubahan jemaat.
V. Managemen perubahan perilaku beriman.
I. PERUBAHAN
1. Pemahaman tentang perubahan
Tidak
ada sesuatupun yang berada tetap. Semuanya dan segala sesuatu bergerak terus-menerus dan
bergerak secara abadi. Perubahan terjadi dengan tiada hentinya. Segala sesuatu bergerak dan berubah, tidak ada yang tetap. Semua berubah dan bergerak. Tidak ada yang
pasti. Yang ada dan pasti adalah perubahan. Demikian, antara lain pemikiran Heraklitus filsuf Yunani.
Kini,
GKE telah berusia 74 tahun. STT GKE telah berusia 77 tahun. Seiring
pendapat Heraklitus, selama kurun rentang
waktu 74 tahun bagi GKE, dan 77 tahun bagi STT GKE, perubahan telah banyak terjadi. Pada sisi lain, dengan perubahan dan pergerakan waktu yang terus maju ke depan, GKE dan STT GKE tentu juga akan mengalami perubahan dalam berbagai aspek. Sebab,
keduanya berada dalam arus perubahan dampak globalisasi, Iptek dan teknologi
informatika, yang banyak mengubah wajah kehidupan masyarakat dan wajah gereja.
Agar
perubahan positif itu tercapai, dibutuhkan
pemimpin dan guru perubahan jemaat yang kreatif variatif, yang akan menolong
warga jemaat bertumbuh dan berubah ke arah yang lebih berkenan kepada Allah. “Ekklesia
reformata, semper reformanda,” gereja yang diperbaharui, harus senantiasa
membaharui dirinya. Motto Reformasi ini semestinya memberi inspirasi bagi perubahan yang kita perjuangkan.
John Edmund Haggai, mengatakan
antara lain, bahwa perubahan akan terus terjadi.
Betapapun ada, atau tidak adanya seorang pemimpin. Akan tetapi, tanpa pemimpin
yang baik, perubahan cenderung pada kemerosotan dan kerusakan dibandingkan perkembangan yang baik. Maka, dibutuhkan
para pemimpin yang memiliki kemampuan membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Orang yang sungguh-sungguh hidup dalam kuasa
Allah dan menjadi anak Allah, akan dapat
menjadi pemimpin yang membawa perubahan baik. Sebab pemimpin mempengaruhi orang
lain agar mereka lebih diperkaya, manusiawi, berharga dan memuliakan Tuhan.
2. Perlunya perubahan
Pemimpin
jemaat, yang juga guru jemaat, adalah pemimpin dan guru perubahan. Mereka adalah orang yang telah dipersiapkan untuk membawa arah perubahan yang baik. Perubahan tidak
dibiarkan bergerak sendiri tanpa arah. Merekalah motor dan motivator perubahan dalam jemaat dan kehidupan warga jemaat. Tidak hanya itu, perubahan juga perlu dilakukan dalam
pelayanan kepada warga jemaat.
Tawar Soewardji, mengatakan bahwa
kita harus berubah. GKE harus berubah. Para pendeta harus berubah. Para Penatua, diakon
dan fungsionaris pelayanan kategorial harus berubah. “Tidak menjadi serupa dengan dunia.” Itu berarti harus berbeda
dengan dunia. Penampilan beda ini sebagai wujud kesaksian gereja.
Layanan yang pasif menjadi proaktif. Yang rutin dan monoton menjadi kreatif. Yang menjawab kebutuhan dan minat warga jemaat. Orientasi kepada orang dewasa menjadi
orientasi anak, remaja dan pemuda. Agar gereja tidak ditinggalkan oleh
warganya.
Perubahan
tersebut perlu lebih menukik tajam
lagi, yakni perubahan dalam diri para pemimpin dan guru jemaat. Jabatan pendeta tidak digeser dari panggilan menjadi “sambilan”
dan batu loncatan. Tetapi, panggilan yang dilaksanakan secara professional. Secara
moral-etis, perlu ada perbedaan antara yang pendeta dan bukan pendeta. Oleh karena
warga jemaat merindukan dan membutuhkan para pemimpin dan guru jemaat yang patut dan layak untuk diteladani dan diikuti sikap
dan perilakunya. Semua perubahan itu, hanya dapat terjadi bila Roh Kudus leluasa diberi kesempatan masuk ke dalam hati dan pikiran kita, sehingga membaharui hidup kita.
Perubahan
seseorang, dimulai dari perubahan dalam dirinya. Kalau pikirannya berubah dan
ia melalukan perubahan itu secara berkelanjutan, bagus
sekali Walter Doyle Staples, menulis dalam kalimat yang puitis namun penuh tenaga.
Bila engkau mengubah pikiranmu,
maka
engkau mengubah keyakinanmu
Bila engkau mengubah keyakinanmu
maka engkau mengubah harapanmu
Bila engkau mengubah harapanmu
maka engkau mengubah sikapmu
Bila engkau mengubah sikapmu
maka engkau mengubah perilakumu
Bila engkau mengubah perilakumu
maka engkau mengubah penampilanmu
Bila engkau mengubah penampilanmu
maka engkau mengubah hidupmu
3. Tujuan perubahan
Hati
dan pikiran yang merupakan pusat dan inti manusia,ia pusat kemauan untuk berbuat dan bertindak. Ia harus mengalami
perubahan dan pembaharuan. Kalau ini tidak berubah, maka manusia tidak akan berubah
dan tidak ada artinya, karena ia akan ikut dunia dan sama dengan dunia, kata
A.A.Yewangoe. Perubahan hati
dan pikiran yang mewujud dan berdampak pada perubahan sikap, perilaku dan seantero kehidupan. Perubahan dan pembaharuan hati dan pikiran terjadi oleh karya Roh Kudus.
Namun manusia juga diajak untuk ikut membaharui dirinya, kata Van Den End.
Maka, sebagai orang yang telah mengalami perubahan,
selanjutnya mengembangkan hidup dan mencapai hal-hal berikut:
1. Tidak serupa dengan dunia. Tampil beda, karena kesetiaan pada Kristus.
2.
Mampu bedakan antara yang baik dan buruk
3.
Memilih dan berpihak pada hal-hal yang baik dan berkenan kepada Allah
4.
Mempromosikan hal-hal yang baik kepada sesamanya
5.
Mengajak dan mendorong orang ikut berbuat baik
6.
Menjadi panutan hal-hal yang baik
7.
Hidup seanteronya sebagai ibadah
sejati bagi Tuhan
4. Faktor
pengaruh perubahan perilaku
Saifuddin Azwar, menyebutkan hal-hal yang dapat menjadi factor membentuk sikap dan perilaku seseorang, a.l. Satu, Pengalaman pribadi yang membekas. Dua, Pengaruh sosok
yang dianggap penting. Tiga, Hasil proses pendidikan. Empat, Hasil pendidikan Iman. Lima,
Pengaruh adat dan budaya.
II. PENDIDIKAN SEBAGAI PROSES PERUBAHAN
1. Pendidikan
Pendidikan, menurut UUSPN, adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan Negara.
Tujuan pendidikan adalah
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman, bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Jadi,
memang benar bahwa pendidikan merupakan sebuah proses perubahan. Perubahan sikap
dan perilaku menjadi lebih dewasa. Bila perubahan perilaku yang baik terjadi
dalam diri seseorang, maka hal itu adalah
hasil proses pendidikan.
3. Guru
Guru
adalah orang yang pekerjaannya atau profesinya mengajar. Mengajar, kata Andar Ismail adalah membuat orang belajar dan menimbulkan proses pembelajaran. Yang disampaikan memikat, menarik dan mengasyikannya.
Mereka memahami dan menanggapinya. Sehingga pembelajaran menjadi proses yang
aktif
Dalam
Bahasa Srilangka, kata guru mempunyai
arti : gu = gelap, ru = terang, jadi guru adalah orang yang mengajar dan membawa orang pindah dari dalam kegelapan menuju hidup dalam terang. Dalam kepustakaan
Jawa, guru adalah orang yang menyampaikan petunjuk jalan kehidupan, apa yang baik
dan buruk, bagaimana orang mencapai kebaikan. Guru menerangi hati dan menunjukkan
jalan kemuliaan. Guru dihormati dan ditaati karena memiliki karisma yang kuat.
Sebab
itu, kata Gede Prama, banyak orang mencari guru untuk berguru. Untuk itu, mereka
rela mengeluarkan tenaga, waktu dan dana yang tidak sedikit. Dengan berguru,
maka orang seperti ini ibarat membawa lentera kemana-mana, tidak ada lagi kegelapan yang tersisa, semua menjadi terang.
4. Guru, agen
perubahan hidup
Peran
guru sangat besar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Bila tujuan pembelajaran
tercapai. Lalu, peserta pembalajaran terlibat dan aktif dalam belajar. Guru berhasil membelajarkan dan membuat mereka belajar.
Maka pembelajaran demikian akan menghasilkan perubahan, yakni perubahan pengetahuan, perasaan dan perilaku. Sehingga guru
telah menjadi agen pembaharuan bagi para peserta pembelajaran.
Sebagai
agen pembaharuan, perlu guru yang baik dan berkualitas. Guru berkualitas menurut Peter G. Beidler, a.l:
1. Selalu belajar dan
membaca untuk mencari kesuksesan dan menolong yang belajar
2. Berani ambil resiko
karena ada tujuan dan berusaha mencapainya
3. Sikap positif, bangga
dengan profesi, tidak merendahkan diri dan profesinya
4. Kerja keras dan menggunakan
waktu untuk persiapan dan layanan pembelajaran
5. Pembelajaran adalah
tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan dengan baik
6. Membuat yang belajar percaya diri
7. Mendorong yang belajar terus maju dan berkembang
8. Memotivasi yang belajar untuk
mandiri
9. Mendengarkan, bukan
hanya mendengar.
5. Pendidikan dan pembelajaran universal
UNESCO
1994 mengeluarkan pokok tentang pilar dan tujuan pendidikan yang berlaku secara
universal :
1. Learn How To Know (belajar
mengetahui)
2. Learn How To Do (belajar berbuat)
3. Learn How To Be (menjadi terampil/ akhli)
4. Learn How To Live Together (hidup bersama)
Saya tambah yg ke 5. Learn
How To Believe to God (belajar percaya Allah)
Iman
dan pengharapan kepada Allah melahirkan cintakasih, yang mendorong orang menggunakan
pengetahuannya berdayaguna bagi kesejehteraan sesamanya. Sehingga hidupnya berguna bagi sesamanya.
Michel Quist berpendapat pada manusia ada dua kekuatan besar. Pertama, kekuatan yang mengarahkan pada perluasan dan persatuan manusia.
Kekuatan ini disebut kekuatan kasih. Kekuatan ini mendorong manusia membangun masyarakatnya. Kedua, kekuatan pengerdilan dan pengasingan,
disebut egoisme, yang mendorong dirinya mengangankan sukses dan untung diri.
III. YESUS KRISTUS, GURU
PERUBAHAN SEJATI
1. Perlunya visi
Visi
akan memberi kekuatan dan pengaruh
yang besar bagi pemimpin dan orang-orang yang dipimpinnya. Sebab, Visi :
1. Memimpin orang pada satu tujuan ke depan
2. Ada sesuatu yang dituju
dengan arah yang agak jelas
3. Ibarat sebuah kompas yang memberi tuntunan
perjalanan
4. Menggerakkan karsa, cipta dan rasa
5. Mendorong inovasi dan kreativitas
6. Mendorong partisipasi, sinergi dan aliansi
7. Menggelorakan perjuangan
8. Membangun komitmen dan loyalitas
2. Visi
Visi
adalah sebuah mimpi yang secara sengaja ditaruh dalam hati dan pikiran. Mimpi itu adalah sesuatu yang kita harapkan terjadi pada waktu tertentu di masa yang akan datang. Mimpi ini bukan sebuah lamunan, tetapi sesuatu yang dipikirkan dengan baik dan secara sadar. Selanjutnya, disusun
strategi dan rencana serta kegiatan untuk mencapainya.
3. Visi
Yesus, MT 28:19-20
“KepadaKu
telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah
semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan
ajarlah mereka melakukan segala yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”
4. Yesus Kristus Guru Agung
Yesus mengajar tentang cara-cara hidup yang baik, yang benar dan yang menyelamatkan. Ketika Yesus mengajar, orang terpesona,
karena cara mengajarNya yang tidak seperti para akhli Torat biasa mengajar umat.
Yesus mengajar dengan kuasa dan wibawa. Dia mengajar dengan berbagai metode yang kreatif
Ajaran
yang paling agung adalah ajaran tentang kasih. Ajaran kasih sungguh-sungguh ajaran kebutuhan
dasar manusia. Kasih adalah kuasa dan kekuatan yang menyelamatkan, membebaskan,
yang membawa hal-hal baik bagi manusia. Karena cara mengajar dan isi ajaran yang istimewa itu, maka Yesus layak disebut sebagai Guru Agung.
5. Cara Yesus mengubah orang lain
Satu, Melalui Pembelajaran
Yesus
adalah guru. Ia mendidik dan mengajar, tetapi juga melatih mereka untuk menjadi pemimpin. Kelak, setelah Yesus Kristus sang Guru naik ke sorga, tugas mendidik , mengajar dan melatih orang-orang percaya dilanjutkan oleh murid-muridNya. Perubahan dunia, dimulai dan dilakukan oleh Yesus dengan mengajar dan melatih murid-muridNya.
Perubahan dunia dimulai dengan satu kelompok kecil.
Dua, Dengan metode pembelajaran kreatif variatif
Kita
menemukan delapan model pembelajaran: meodel ceramah, model bimbingan, model menghafal, model dialog, model perumpamaan, model
kasus, model simbolis, dan model perjumpaan pribadi.
Tiga, Ajaran melalui kata-kata
Yesus
sebagai guru, maka kegiatannya adalah
mengajar. Pengajaran yang dilakukan pada
umumnya secara verbal, dengan kata-kata dan secara lisan. AjaranNya selalu efektif sampai ke otak dan masuk menembus hati.
Empat, Ajaran
melalui teladan
Ada ungkapan, “Perbuatan lebih nyaring dibandingkan dengan kata-kata.” Yesus memahami dan menyadari hal itu. Sebab itu, Ia mengkombinasi dan melengkapi metode
kata-kata (lisan), dengan metode contoh
atau teladan. Metode contoh atau teladan ini sangat efektif dalam upaya mempengaruhi
dan mengubah perilaku seseorang
4. Perubahan sejati
Perubahan
sejati hanya mungkin terjadi oleh karya Tuhan dalam Roh Kudus. Siapa saja yang membuka hatinya bagi kehadiran dan perjumpaan
dengan Tuhan Yesus Kristus, maka di sanalah titik awal perubahan itu. Yesus Kristus sendiri yang datang membebaskan dan memerdekakan orang dari belenggu dan perhambaan dosa.
Sehingga manusia sungguh-sungguh memiliki kemerdekaan dan kebebasan sejati, yang
memungkinkannya melayani Allah dan sesamanya.
IV. PENDETA, GURU PERUBAHAN JEMAAT
1. Pendeta dan perannya
Posisi
pendeta dalam jemaat sangat penting dan dominan dalam berbagai layananannya kepada jemaat, serta kebijakan dan keputusan yang
diambilnya. Maju mundur jemaat dan perubahan yang terjadi dalam jemaat, tergantung
pada bagaimana strategi yang disusunnya. Wajah jemaat adalah wajah para pemimpin jemaat.
Dalam
konteks lebih luas, pendeta juga pemimpin
social. Sebab, dalam relasi dan interaksi sosialnya, pendeta juga terkait
dengan persoalan dan pergumulan yang terjadi dalam masyarakatnya. Ada
banyak hal dalam masyarakatnya, di mana pendeta juga dapat ambil bagian dalam memberi warna dan pengaruh yang baik.
2. Pendeta, guru jemaat
Pendeta
dalam banyak aktivitasnya merupakan activitas pembelajaran bagi jemaatnya. Lihat
saja, mulai dari khotbah, katekisasi, pemahaman Alkitab, ceramah, seminar, pembinaan, pastoral, konseling, semuanya itu sebagai proses pendidikan dan pembelajaran jemaat. Melalui
kegiatan-kegiatan tersebut, pendeta berusaha dan berharap adanya pengaruh, sehingga
terjadi perubahan, pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan hidup dan perilaku hidup jemaatnya.
3. Spiritualitas
guru jemaat
3.1. Pemahaman spiritualitas
Spiritualitas adalah, Satu, Hidup terarah pada Tuhan dan motor penggerak hidup. Dua, Kekuatan menyembuhkan,
menyeimbangkan, menghidupkan kehidupan. Tiga, Api yang memanaskan dan menghangatkan
kehidupannya, Empat, Kristus hidup di dalam hidupnya.
3.2.Perlunya spiritualitas
Satu, Pemimpin banyak godaan
Pengalaman
menunjukkan bahwa setiap orang yang naik menjadi pemimpin. Maka ia merasakan godaan
tidak semakin ringan. Justeru setelah menjadi pemimpin, godaan silih berganti
datang ingin mengalahkan. Sehingga ia tidak lagi menjadi pemimpin, lalu kembali lagi sebagai orang yang dipimpin.
Dua, Makin tinggi pohon makin besar
angin
Kalau
pohon yang tinggi dan besar sedangkan akarnya lapuk atau tidak dalam. Maka ketika
angin kencang atau badai menerpanya. Pohon itu akan roboh atau tumbang. Demikian juga dengan hidup pemimpin.
Tiga, Dirinya
teladan bagi banyak orang
Bagaimana
cara agar dia dapat mempengaruhi orang lain ? Pertama hal itu dapat dilakukan dengan menyuruh dan memerintahnya. Kedua, dapat dilakukan dengan mendidik dan
mengajar mereka, agar mereka tahu dan memahami apa yang kita inginkan untuk mereka perbuat.
Ketiga, kita mengajar dan mempengaruhi mereka dengan cara memberi teladan. Menurut Albert Bandura, orang lebih mudah dan cepat melakukan sesuatu, kalau orang itu melihatnya atau mengamatinya melalui contoh/ teladan yang dilakukan
orang lain.
Empat, Pergumulan dan tekanan lebih besar
Seorang
pemimpin yang terpilih dan dipercaya memegang satu posisi. Tentu dengan hal tersebut beban, tekanan dan pergumulan
semakin besar dan banyak
Kinurung M Maden, memberi alasan pentingnya formasi spiritualitas bagi seorang hamba Tuhan, al. 1). Hamba Tuhan adalah manusia yang sedang berada dalam panggilan
dan jalur pertumbuhan, sehingga mereka perlu formamsi spiritualitas. 2). Hamba Tuhan akan mengadakan formasi spiritualitas bagi jemaat yang akan dilayaninya,
sehingga penting sekali untuk mempunyai wawasan dan pertumbuhan yang luas serta pengalamannya.
3). Hamba Tuhan berpotensi mengalami problem-problem kejiwaan (jenuh, putus
asa, kesepian) dalam pelayannya. Sehingga dengan demikian perlu mempunyai kehidupan spiritualitas yang limpah dan segar untuk mengantisipasi problem-problem tersebut. 4). Hamba Tuhan perlu membenahi diri dan
membereskan masalah-masalah batiniahnya, sehingga efektif dalam melayani dan berinteraksi dengan orang lain dalam pelayannya. 5).
Hamba Tuhan akan menjadi model bagi orang-orang yang dilayaninya, sehingga ia
perlu memiliki karakter dan kepribadian yang baik. Karena itu, penting sekali
untuk memiliki karakter diri dan kepribadian kristiani yang benar, yang melaluinya orang lain melihat pribadi Kristus di dalam dirinya.
4. Pendeta, guru perubahan hidup jemaat
Satu, guru perubahan hidup jemaat
Spiritualitas
sangat penting, sebab dengan itu, pendeta akan menjadi pemimpin dan guru bagi perubahan yang efektif bagi jemaatnya. Sebab
dengan spiritualitas yang baik, pendeta akan
menjadi teladan dalam kata
dan tindak bagi jemaatnya. Cara mengajar orang untuk berubah, paling efektif
melalui teladan. Sebab, Kristus
juga mengubah orang melalui kata dan teladanNya.
Perbuatan lebih nyaring dibandingkan perkataan. Teladan lebih mudah dicontoh, dari pada kata-kata.
Dua, perubahan melalui pembelajaran
Upaya pembelajaran adalah upaya dan proses perubahan. Perubahan yang terjadi pada jemaat semestinya merupakan hasil proses pembelajaran. Andar
Ismail , mengungkapkan bahwa seorang
guru semestinya tidak hanya cakap mengajar, tetapi cakap juga dalam membelajarkan orang yang belajar. Karena belajar adalah
proses berubah, dengan membelajarkan dirinya,
ia sedang dalam proses berubah. Perubahan yang terjadi meliputi; perubahan
pikiran, perasaan dan perilaku.
Tiga, perubahan melalui kekuatan kata-kata
Kata
atau kalimat yang diucapkan, baik dalam pembelajaran atau dalam interaksi sehari-hari, memiliki
dampak dan pengaruh yang besar bagi orang lain. Sebab kata-kata yang diucapkannya itu memiliki energi, kekuatan dan kuasa.
Ucapan yang baik akan berdampak baik bagi pendengar. Sedangkan ucapan yang buruk akan berdampak buruk bagi pendengar.
Pemimpin/
guru jemaat, melalui kata-kata yang diucapkannya, akan membawa perubahan yang baik bagi
warga jemaatnya. Karena ia hati-hati
dan bijak dalam berucap. Sadar bahwa kata-katanya memiliki kuasa mempengaruhi sesamanya.
Empat, perubahan melalui teladan
Teladan memiliki kekuatan besar untuk mengajar, mempengarahi,
dan mengubah orang lain. Yesus Kritus, memberi teladan untuk mengubah murid-murid. Paulus mengajak orang berubah melalui teladannya. Paulus, menekankan kepada Timotius anak didiknya, agar menjadi teladan. Teladan saangat penting bagi upaya perubahan.
Salah satu jalan dan cara yang sangat efektif untuk mengubah orang lain, tidak lain kecuali menjadi teladan. Tanpa teladan seorang guru jemaat akan
kehilangan kekuatan, kuasa, pengaruh dan wibawanya dalam mempengaruhi orang lain. Rudy
Budiman berkata, “Krisis kepemimpinan akan timbul, bila mana keteladanan hidup pemimpin itu tidak ada.”
Menurut Tawar Soewardji, bahwa warga jemaat merindukan
dan membutuhkan para pemimpin dan guru jemaat yang patut dan layak untuk diteladani dan diikuti sikap dan perilakunya.
Lima, perubahan melalui proses meniru
Gabriel Tarde mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang suka meniru.
Hidupnya sesungguhnya 80% diolah
sebagai hasil proses meniru apa yang dilihat, didengar dan dialaminya. Model
orang lain itu, kata Albert Bandura, diamati, diperhatikan, dicamkan, diolah dan dinternalisaikan dalam hati dan pikirannya. Bila kuat kemauan
dan motivasinya, maka ia akan mencoba menirunya. Sehingga model itu akan membentuk
sikap, hati, pikiran dan perilaku hidupnya dan bagian hidupnya.
Hidup
dan pengalaman membentuk sikap dan perilaku. Dorothy L.Nolthe, merumuskan kalimat yang amat luar biasa, penuh tenaga dan kekuatan:
Jika anak hidup dalam kecaman,
ia belajar mengutuk
Jika anak hidup dalam
permusuhan, ia belajar berkelahi
Jika anak hidup dalam
ketakutan, ia belajar tercekam dan kuatir
Jika anak hidup dalam
cemoohan, ia belajar menjadi pemalu, rendah diri
Jika anak hidup dalam
kasih, ia belajar mengasihi
Jika anak hidup dalam
tolleransi,ia belajar bersikap sabar
Jika anak hidup dalam
dorongan semangat, ia belajar percaya diri
Jika anak hidup dalam
pujian, ia belajar memberi penghargaan
Jika anak hidup dalam
penerimaan, ia belajar menghargai dirinya
Jika anak hidup dalam
pengakuan, ia belajar memiliki tujuan
Jika anak hidup dalam
saling berbagi, ia belajar murah hati
Jika anak hidup dalam
kejujuran keadilan, ia
belajar kebenaran dan keadilan
Jika anak hidup dalam
rasa aman, ia belajar pada orang di sekelilingnya
JIka anak hidup dalam
persahabatan, ia belajar bahwa dunia ini tempat menyenangkan untuk dihuni
Jika anak hidup dalam
ketentraman, ia belajar memiliki ketenangan pikiran
V. MANAGEMEN
PERUBAHAN PERILAKU BERIMAN
1. Lima pembentuk sifat perubahan
Rhenal Kasali memperkenalkan lima sifat yang perlu
dimiliki seseorang agar orang itu dapat mengembangkan perubahan yang positif di dalam dirinya.
1. O = openness to experience.
- Terbuka pikiran à karena melihat + karena mengalami
2. C
= conscientiousness - Terbuka à hati + telinga
3. E = extrovertness - Terbuka pada orang lain
4. A = agreeableness - Terbuka
pada kesempatan
5. N = neuroticism - Terbuka terhadap
berbagai tekanan
Orang ini dapat : sabar,
tabah, teguh, konsisten pada tujuan
hidupnya.
2. Perubahan hidup dengan H3
1. Head - kepala - Perlu ide + pikiran positif –(Fil 4:8)
2. Heart - hati
-
Perlu optimis + sungguh-2 + tekun –(Gal 2:20)
3. Hand -
tangan - Perlu bertindak + bekerja - (Fil 4:9 b)
3. Sukses
perubahan hidup dengan B7
1. Beribadah – (I Tim 4:8, Roma 12: 1-2)
2. Bersih hati – (Lk 6:45 a)
3. Berbudi pekerti - (Fil 1:27)
4. Bekerja keras - (Titus 3: 8b )
5. Belajar dan berlatih – (Ams 6:23)
6. Bersahaja apa adanya –(Kol 3 :12 b)
7. Berjiwa sosial – (Gal 6:10, Ams 3:27)
4. Managemen perubahan iman
Pertama, Iman Akaliah.
Iman
akaliah adalah iman yang berpusat di otak, tempat pengetahuan berproses. Iman ini sebagai iman yang bersifat intelektual,
bersifat pengetahuan. Kalau dilakukan sebuah pembelajaran jemaat, maka hasil yang paling awal, paling dasar, tangga dasar dan tingkat pertama, adalah
perubahan pengetahuannya, perubahan akalnya.
Akan
tetapi, karena iman ini berpusat di otak, belum masuk ke hati, baru di tingkat
pertama, maka ia baru hanya sebagai
pengetahuan, bersifat intelektual saja. Karenanya, ia belum nampak dalam
sikap, perilaku serta perbuatan hidupnya.
Mestinya,
iman disertai perbuatan. Iman tanpa perbuatan adalah kosong dan mati. “Jika
iman itu tidak disertai perbuatan, makan iman itu pada hakekatnya adalah mati,” (Yak 2:17). Iman tanpa perbuatan, baru sebatas pengetahuan dan persetujuan intelektual saja.
Dua, Iman Hatiah.
Mengapa iman akaliah perlu ditingkatkan menjadi
iman hatiah? Sebab hati sesungguhnya pusat hidup bagi segala aktivitas moral
dan etis. Hati menjadi tempat dan muara
segala sikap, perilaku dan perbuatan manusia. “Karena yang diucapkan
mulutnya meluap dari hatinya,” (LK 6:45). Segala baik dan buruk ada di hati manusia. “Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, permusuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat,’ (MT 15: 19). Hati seperti ini yang merusak
hidup manusia.
Bila
iman kepada Tuhan Yesus Kristus dapat menerobos masuk dan menguasai hati. Maka hati yang kotor
dan tercemar akan diperbaharui menjadi ciptaan baru. “Sebab Siapa yang ada dalam Kristus ia adalah ciptaan yang
baru.” (II Kor 5:17). Kristus telah membaharui hatinya. Kalau hatinya telah dikuasai dan diperbaharui oleh Kristus. Maka
hatinya adalah hati yang baru dan baik. Dari hati yang demikian akan lahir hal-hal yang baik. Inilah iman hatiah.
Tiga, Iman Hayatiah.
Iman
hayatiah adalah puncak dari iman akaliah dan iman hatiah. Iman hayatiah ada di
tangga dan tingkat yang ketiga, sebagai puncak iman. Karena proses pembelajaran jemaat semestinya sebuah proses perubahan pengetahuan iman, kemudian perubahan
hati dan perasaan iman. Puncaknya ada pada perubahan sikap, perilaku dan perbuatan iman.
Sebab segala apa yang telah dipelajari dan diketahui itu, belum cukup
kalau hanya sampai di situ saja. Segala
pengetahuan iman dan perasaan iman semestinya dilanjutkan dan diperjuangkan untuk ditaati dalam sikap, perilaku dan perbuatan iman. Imannya telah masuk ke pikiran dan
hati, menguasai pikiran dan hatinya, lalu menyerap masuk ke dalam seluruh darah dan daging, otot dan tulang, yang mewujud dalam kata, sikap, perilaku dan perbuatan hidupnya. Iman hayatiah adalah iman yang dihayati dalam seluruh totalitas hidupnya. Hadir dan
ada dalam seluruh aspek hidupnya.
5. Perubahan mulai dari diri sendiri
1. Tantangan mengubah orang lain
Mengajar
untuk mengubah orang lain sesungguhnya bukan hal yang mudah. Sangat sukar, berat
dan hampir mustahil. Apalagi, manusia
adalah makhluk yang bebas dan merdeka dalam berpikir dan bertindak. Tidak selalu
dengan mudah ia mau mengikuti hal-hal yang orang lain katakan dan lakukan untuk
mengubah dirinya.
2. Perubahan mulai dari diri sendiri
Perubahan
selalu mulai dari satu orang, yakni dari diri sendiri, diri pemimpin dan guru jemaat.
Perubahan dimulai dalam diri sendiri dan dari diri sendiri. Berawal dari situ, barulah kita mempengaruhi dan mengubah orang lain. Sebab, sebelum
diri kita berubah, bagaimanakah mungkin kita dapat mengubah orang lain? Perubahan diri kita menjadi ciptaan baru hanya mungkin bila kita percaya, menerima dan ada dalam
Kristus, sehingga yang lama berlalu dan yang baru kini datang (II Kor 5:17).
Di
sini, posisi pemimpin/ guru jemaat ada di tempat terdepan dan ujung tombak perubahan. Mereka adalah teladan, penggerak, motor, motivator, inspirator perubahan hidup
dan perubahan perilaku jemaat. Mereka adalah guru perubahan. Mengubah orang
lain, karena sudah terlebih dahulu berubah dalam Kristus.
PENUTUP
Mulai dari diri sendiri
Ku
tatap dunia, penuh gelimangan sengsara
Ku dengar dunia, penuh
jerit rintih sengsara
Ku ingin ubah dunia sengsara itu
Oh….aku kecil, jauh dari mampu
Ku datang ke lingkungan
ku
Ku dengar jerit rintih insan-insan
Ku mau ubah mereka
Oh…..aku kecil, juga tak mampu
Ah…aku amat kecil
Aku aku mustahil ubah dunia
Aku mustahil ubah mereka
Aku, sadar kini
Mustahil mengubah orang lain
Sebelum
aku sendiri berubah
Perubahan,
Harus
ku mulai dari diriku sendiri
Aku harus berubah, lebih dahulu
!!
(Tu’u, 2-6-02).